Topik Khusus A
Marissa Ristiyana Utama
13307108
Air-Conditioner dengan Tenaga Surya, Terobosan Baru Pendinginan Hemat Energi
Isu tentang krisis energi dan pemanasan global sudah tidak asing lagi bagi masyarakat dunia. Berbagai teknologi dan inovasi terus dikembangkan dalam mencari solusinya. Di samping pencarian berbagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, penghematan energi pun dilakukan untuk menekan laju konsumsi energi. Jadi solusi krisis energi tidak hanya datang dari segi produksi energi alternatif, namun dari segi konsumsinya.
Konsumsi listrik yang terbesar pada gedung adalah sistem pendinginan udaranya. Pendingin udara/ air-conditioner (AC) konvensional mengkonsumsi energi listrik yang relatif sangat besar. Hal ini tentunya menuntut daya listrik yang besar. Pada umumnya listrik masih dihasilkan bahan bakar fosil, sehingga penggunaan AC konvensional berdampak tidak langsung pada emisi gas rumah kaca, sebagai penyebab peningkatan efek pemanasan global. Selanjutnya, karena suhu lingkungan semakin panas, semakin banyak industri, rumah tinggal, dan gedung yang menggunakan AC, sehingga menyebabkan siklus perusakan lingkungan dan krisis energi terus berlanjut.
Namun, penghambatan penggunaan AC adalah hal yang mustahil dilakukan. Karena itu, diperlukan inovasi pendingin udara yang menggunakan sumber energi terbarukan, serta ramah lingkungan, salah satunya adalah AC dengan tenaga surya.
Sistem refrigerasi dasar
Sebelumnya, akan dijelaskan terlebuh dahulu mengenai sistem refrigerasi dasar. Mungkin sistem refrigerasi merupakan hal yang tidak asing lagi bagi orang-orang yang bergerak dalam bidang Fisika Teknik. Fluida yang mengalir dalam siklus ini biasa disebut refrigeran. Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi. Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada mesin refrigerasi. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan membuangnya ke lokasi yang lain, biasanya melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.
Konsep dasarnya adalah sebagai berikut:
Mula-mula kondenser menyebabkan fasa berubah dari gas menjadi cair jenuh akibat adanya pelepasan kalor ke lingkungan. Kemudian refrigeran masuk ke expansion valve, dan mengalami drop tekanan, fasanya berubah menjadi campuran cair dan gas. Expansion valve berfungsi untuk mengatur laju aliran. Lalu refrigeran masuk ke evaporator dan mengalami perubahan fasa dari campuran menjadi uap jenuh. Pada evaporator, terjadi perpindahan kalor dari objek yang didinginkan ke evaporator. Setelah itu, refrigeran masuk ke kompresor dan mengalami kenaikan tekanan. Kemudian masuk ke kondenser dan siklus berulang. Pada penggunaan AC, umumnya input energi untuk siklus ini berupa energi listrik yang digunakan untuk menggerakkan kompresor mekanik.
Sistem solar thermal cooling (refrigerasi absorpsi)

AC dengan tenaga surya menggunakan sistem solar thermal cooling, yaitu pendinginan ruangan dengan menggunakan panas matahari. Mungkin hal ini terdengar tidak wajar, bagaimana mungkin mendinginkan ruangan dengan sumber energi panas itu sendiri. Namun, dengan teknologi sistem solar thermal cooling, hal ini sangat mungkin dilakukan.
Bila dibandingkan dengan sistem refrigerasi konvensional, pada prinsipnya tidak ada perbedaan kecuali pada bagaimana fluida dapat dinaikkan titik didihnya sehingga dapat mengembun (kondensasi) pada kondenser. Pada sistem biasa yang menggunakan input listrik, titik didih ini dicapai dengan menggunakan kompresi mekanik. Pada sistem pendingin yang menggunakan energi matahari, titik didih ini dicapai dengan kompresi thermal.
Untuk menggantikan kompresor pada sistem refrigerasi konvensional, digunakan tiga komponen di dalam siklus absorpsi, yaitu absorber, pompa, dan generator. Absorber berfungsi untuk menyerap uap refrigeran ke dalam absorben, sehingga keduanya bercampur menjadi larutan. Fluida yang digunakan adalah air dengan LiBr (Lithium Bromida). Air dan LiBr digunakan karena memenuhi kriteria fluida kerja (campuran antara refrigeran dan absorben), yaitu:
1.Perbedaan titik didih antara refrigeran dan larutan pada tekanan yang sama besar.
2.Refrigeran memiliki panas penguapan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi di dalam absorben untuk menekan laju sirkulasi larutan diantara absorber dan generator per-satuan kapasitas pendinginan.
3.Memiliki sifat-sifat transport, seperti viskositas, konduktivitas termal, dan koefisien difusi, yang baik sehingga dapat menghasilkan perpindahan panas dan massa yang juga baik.
4.Baik refrigeran dan absorbennya bersifat non-korosif, ramah lingkungan, dan murah.
Kriteria lainnya stabil secara kimiawi, tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan tidak mudah meledak. Dalam sistem solar thermal cooling, air berfungsi sebagai refrigeran, sedangkan LiBr sebagai absorben.
Pada sistem ini, fluida bersuhu dan bertekanan rendah memasuki evaporator lalu menguap karena adanya kalor dari lingkungan yang masuk ke evaporator. Lalu fluida berubah fasa dari cair menjadi gas. Kemudian gas memasuki absorber yang memiliki larutan yang rendah kadar airnya. Larutan ini menyerap refrigeran dan bertambah kadar airnya. Karena reaksi di dalam absorber adalah eksoterm (mengeluarkan panas), maka perlu dilakukan proses pembuangan panas dari absorber. Tanpa dilakukannya proses pembuangan panas, maka kelarutan uap refrigeran ke dalam absorben akan rendah. Selanjutnya larutan dipompa ke generator. Daya pompa yang diperlukan sangat kecil, sehingga dalam perhitungan COP siklus absorpsi, daya ini biasanya diabaikan. Di generator, kalor disuplai dengan energi panas matahari, sehingga refrigeran (titik didih lebih rendah) menguap dan absorber (titik didih lebih rendah) dialirkan ke absorber. Uap dengan tekanan tinggi masuk ke kondenser lalu mengalami perubahan fasa menjadi cair, sehingga kalor dilepas ke lingkungan. Cairan masuk ke expansion valve lalu mengalami drop tekanan. Kemudian, masuk ke evaporator. Siklus terus berulang.
Pada proses ini, input energi panas matahari pada generator menggantikan input energi listrik pada kompresor. Penyerapan panas terjadi pada evaporator, sama dengan sistem konvensional dan pembuangan panas terjadi pada absorber dan kondenser. Dengan menggunakan sistem ini, energi listrik yang mahal dapat digantikan oleh panas matahari menggunakan proses kompresi. Jika panas matahari sedang tidak mencukupi dapat di-backup juga dengan pemanas gas.
Kelebihan
kesesuaian kronologis antara waktu supply (penyediaan energi) dan pada waktu demand (permintaan energi) yang terjadi pada saat yang bersamaan
Hari yang sangat panas umumnya membutuhkan pendinginan yang besar, sehingga membutuhkan input energi matahari yang besar pula. Demikian pula sebaliknya. Karena waktu supply dan demand yang hampir bersamaan maka tidak dibutuhkan tangki penyimpanan thermal yang terlalu besar untuk mengatasi pengaruh musim. Jika area yang cukup luas untuk kolektor matahari dimiliki, maka hal ini akan membawa keuntungan ekonomis. Oleh karena itu, sistem ini cocok digunakan di Indonesia yang berada di daerah tropis, dimana matahari sangat banyak bersinar terik tiap tahunnya.
penggunaan LiBr tidak menggunakan refrigeran yang merusak lapisan ozon dan menimbulkan pemanasan globalKendala
Dibutuhkan area kolektor yang cukup luas dan cuaca yang tidak terduga. Namun hal ini bisa diatasi dengan berbagai teknik. Salah satunya adalah dengan menggunakan kombinasi hybrid dengan sistem sumber energi gas alam, ditambah dengan tangki thermal storage dan sistem insulasi yang baik, jika diperhitungkan resiko emisi, keuntungan ekonomis dan energi tetap secara umum lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan sistem yang berbasis listrik jaringan saja.
Produk dan perkembangan
Referensi
Carrier Air Conditioning Company.
Handbook of Air Conditioning System Design. Mc-Graw Hill
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/tekni..._siklus_absorpsi.pdf
en.wikipedia.org/wiki/Refrigeration
www.kamase.org/pendingin-ruangan-dengan-...ng-untuk-masa-depan/
www.kamusilmiah.com/mesin/perkembangan-t...ngkondisian-udara-3/
www.otakku.com/2008/04/25/aquacell-green...red-air-conditioner/