Bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam merupakan sumber utama energi yang dimiliki saat ini. Tetapi sumber-sumber ini menimbulkan polusi dan jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, para ilmuwan mencoba mencari sumber energi lain sebagai altenatif, salah satunya hydrogen. Pemanfaatan hydrogen sebagai bahan bakar merupakan salah satu topic yang gencar diteliti di dunia dan pemakaiannya semakin meningkat dari hari ke hari. Dengan mengggunakan gas hydrogen maka gas buang yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan karena yang dikeluarkan hanya uap air. Akan tetapi salah satu kendala yang dihadapi adalah kurangnya sumber gas hydrogen yang murah dan mudah diperbaharui. Selain itu, hydrogen murni memiliki sifat mudah terbakar dan penyimpanannya membutuhkan tekanan tinggi dan temperatur rendah. Karena banyaknya kendala dalam pemanfaatan gas hydrogen, maka kini para ilmuwan mencoba mencari sumber energi hydrogen dalam bentuk lain, yaitu urine.
Urine merupakan limbah yang paling melimpah di dunia yang sebagian besar terdiri dari unsur urea. Sementara itu, urea merupakan unsur yang potensial untuk dijadikan sebagai sumber hidrogen. Urea memiliki empat atom hydrogen per molekulnya, ikatan hydrogen dengan atom N dalam urea lebih lemah dibandingkan ikatan hydrogen dengan atom O dalam air.
Peneliti dari Bristol Robotics Lab (BRL) University of Bristol sedang meneliti urine untuk dijadikan sebagai sel bahan bakar mikroba atau Microbial Fuel Cells (MFC), sehingga dapat digunakan sebagai penghasil energi tanpa menyebabkan polusi. Urine secara kimia sangat aktif, banyak mengandung nitrogen, urea, klorida, kalium dan bilirubin sehingga akan menjadi bahan bakar yang sangat baik untuk sel bahan bakar mikroba. Untuk meneliti energi ini, peneliti telah menghabiskan lebih dari tiga tahun dalam mengembangkan robot yang dinamakan EcoBot-III. Robot ini berisi sejumlah sel bahan bakar mikroba dan menggunakan bahan limbah seperti lalat mati dan limbah air (urine) untuk menjalankannya.
Gerardine Botte peneliti dari Universitas Ohio memilih untuk menggunakan elektrolisis untuk memecah bagian molekul urea dengan menggunakan elektroda berbasis nikel yang bersifat selektif dan efisien untuk mengoksidasi urea. Untuk memecah molekul urea ini diperlukan voltase sebesar 0,37 Volt yang mana voltase ini masih lebih rendah jika dibandingkan yang diperlukan untuk mengelektrolisis air yaitu sekitar 1,23 volt. Selama proses yang terjadi urea teradsorbsi pada elektroda nikel, yang kemudian mengalirkan elektron sehingga molekul urea terurai. Gas hydrogen murni terbentuk pada katoda, gas nitrogen, sedikit gas oksigen, dan hydrogen terbentuk di anoda. Gas karbondioksida juga dihasilkan pada saat elektrolisis akan tetapi gas ini tidak bercampur dengan gas yang dihasilkan pada anoda dan katoda karena gas ini bereaksi dengan KOH membentuk kalium karbonat.
Proses yang ada untuk memisahkan urine dari air saat ini sangat mahal dan tidak efisien. Urin umumnya terhidrolisis menjadi amoniak sebelum terlepas ke udara sebagai gas ammonia. Terbentuknya gas ini akan membentuk ammonium sulfat dan partikel nitral di udara, dimana kedua zat ini dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan bagi kesehatan manusia seperti asma, bronchitis, dan kematian dini.
Pengembangan dan penelitian lebih lanjut dalam pemanfaatan urine sebagai sumber energi altenatif masih sangat diperlukan, baik dari segi proses mendapatkan urine, pengolahan urine, proses untuk mendapatkan hydrogen, dan limbah yang dihasilkan. Bukanlah tidak mungkin, urine akan menggantikan bahan bakar fosil dimasa yang akan datang.