Soeripno Martosaputro
Ketua Umum Masyarakat Energi Angin Indonesia (MEAI)
Peneliti LAPAN
Pesatnya pertumbuhan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dunia didorong oleh peningkatan harga bahan bakar fosil. Daya dorong ini semakin kuat saat isu lingkungan ikut diperbincangkan. Peneliti menganggap bahwa pembakaran energi fosil menghasilkan polutan yang dilepas ke udara. Polutan tersebut menipiskan lapizan ozon yang kemudian mengakibatkan perubahan iklim ke arah yang buruk.
Kekhawatiran dunia akan pemanasan global meningkatkan upaya pengembangan PLTB. Pemanfaatan teknologi ini tidak perlu mencemaskan emisi karbon sebab ia memakai energi yang tidak terbatas dan terbarukan. Berdasarkan data World Wind Energy Association (WWEA), sampai 2009, perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 340 TWh, setara dengan 2 persen dari kebutuhan listrik dunia. Kapasitas terpasangnya bertambah setahun kemudian, dari 159.213 MW menjadi 197.525 MW, dengan investasi mencapai $US 70 milyar. Amerika Serikat, Cina dan Jerman adalah negara-negara yang serius menggarap energi angin.
PLTB skala besar umumnya dihubungkan dengan jala-jala listrik (grid connection). Dalam beberapa kasus, lokasi tidak memiliki jaringan listrik sehingga aplikasi yang tepat diwujudkan adalah sistem hibrida (off-grid system).
Sistem hibrida memberikan banyak keuntungan. Ia dapat meningkatkan kehandalan sistem, mengakomodasi karakteristik angin yang berubah-ubah dan tidak bertiup sepanjang hari. Dengan kata lain, sistem hibrida dapat membuat PLTB memenuhi kebutuhan listrik pengguna secara kontinu. Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) telah diujicoba dengan berbagai cara di beberapa lokasi di Indonesia.
.
PLTH pola microgrid
PLTH merupakan solusi tepat bagi krisis bahan bakar minyak dan ketiadaan listrik di daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil. Ia dapat dilahirkan dengan pola microgrid, yaitu pembangkitan terdistribusi yang bisa melingkupi berbagai macam sumber energi. Salah satu konfigurasi PLTH adalah perpaduan antara pembangkit listrik energi angin, surya, diesel atau sumber energi lainnya dengan mengutamakan sumber energi setempat.
Salah satu lokasi PLTH di Indonesia yang dibangun dan dioperasikan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) adalah Nemberala Kabupaten Rote Ndao dan Wini Kabupaten Timor Tengah Utara. Kedua kabupaten tersebut berada di Nusa Tenggara Timur. PLTH-nya memadukan energi matahari, angin dan diesel generator.
Dalam pengadaan pembangkit listrik suatu daerah, dasar pertimbangan PT PLN bukan pada perkara investasi, melainkan lebih pada seberapa besar potensi surya, angin dan diesel yang dimiliki daerah tersebut. Awalnya, listrik di Nemberala hanya menerangi sebagian kecil wilayah tersebut. Ia menggunakan pembangkit berkapasitas 50 kW dan inverter 30 kW dengan durasi operasi hanya 12 jam. Dengan dibangunnya PLTH, operasional ditingkatkan menjadi 24 jam. Pelayanannya meluas ke sejumlah pelanggan baru.
PLTH untuk instrumen BTS
Jenis PLTH yang dapat dimanfaatkan untuk catu daya instrumen Base Transceiver Station (BTS) adalah PLTH angin-surya yang terdiri dari teknologi Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) dan photovoltaic (PV). Dia diharapkan dapat mengurangi tingkat penggunaan listrik PT PLN dan pemanfaatan diesel untuk bahan bakar kendaraan.
Salah satu konfigurasi sistem hibrida antara energi angin dan surya adalah 1 unit SKEA 2.500 W dan PV 4.800 Wp. Kedua komponen ini menjadi sumber energi utama. Listrik PT PLN berada pada posisi cadangan kalau-kalau kedua sumber energi terbarukan tersebut tidak mencukupi kebutuhan instrumen BTS. Konfigurasi tersebut diujicobakan di BTS Girisari, Uluwatu, Bali. Evaluasinya selama 4 bulan menunjukkan penghematan penggunaan energi listrik dari PT PLN yang cukup signifikan. Energi surya menyuplai listrik paling banyak dengan nilai 58 persen.
Pola suplai energi sistem hibrid pada BTS Girisari, Uluwatu, Bali. Listrik yang dihasilkan berasal dari angin, surya dan PT PLN. Bauran energinya menunjukkan bahwa suplai energi dari teknologi PV sebesar 58 persen, SKEA 24 persen dan PT PLN 18 persen.
PLTH menyentuh pelosok daerah
PLTH angin-surya yang terdiri dari teknologi SKEA dan PV dapat memberikan listrik di pelosok-pelosok daerah di Indonesia, seperti pulau-pulau terluar, perbatasan, dan pedesaan, termasuk masyarakat nelayan.
Pulau-pulau terluar dan perbatasan di Indonesia berjumlah 92. Dua belas diantaranya telah memiliki paket PLTH yang terdiri dari turbin angin 4 kW dan photovoltaic 10 kWp. Masyarakat pulau-pulau terluar, seperti tentara yang bertugas di perbatasan, menggunakan PLTH sebagai sumber penerangan dan pendukung lainnya.
Di pedesaan Jepara, Timor Tengah Selatan, Selayar, Polewali-Mandar dan Natuna, PLTH yang sama diaplikasikan. Masyarakat memanfaatkan PLTH berkonfigurasi turbin angin 10 kW dan photovoltaic 10 kWp ini sebagai sumber penerangan domestik dan umum. Di beberapa PLTH, komponennya ditambahkan dengan diesel generator. Untuk tiap PLTH di pedesaan, pelanggannya sekitar 50 sampai 100 keluarga.
Masyarakat nelayan di Desa Pandansimo Baru, Kabupaten Bantul, juga memanfaatkan PLTH angin-surya. Mereka menggunakan PLTH untuk pencahayaan, membuat es dan memompa air. Kapasitas terpasangnya mencapai 127,5 kW, terdiri dari 1 unit photovoltaic 17,5 kWp serta 26 unit turbin 1 kW, 6 unit turbin 2,5 kW, 2 unit turbin 10 kW dan 1 unit turbin 50 kW.
Sumber : Majalah Energi Edisi Maret 2011 - Energi Angin
< Prev |
---|