Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan Lokakarya Konservasi Energi pada 25 Februari lalu di Ruang Rapim A Gedung Direktorat ITB. Lokakarya ini dilakukan untuk menentukan arah penelitian dan program-program kebijakan di bidang energi sesuai dengan klaster-klaster dalam usaha jasa penunjang konservasi energi. Klaster tersebut terdiri dari sumber daya, penyediaan hulu, penyediaan hilir dan pemanfaatan.
Lokakarya Konservasi Energi dibuka oleh Sekretaris LPPM ITB Bidang Penelitian Ismunandar. Ia dihadiri oleh Direktur Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maryam Ayumi, dan sejumlah dosen ITB seperti Yuli Setyo Indartono, Surjamanto Wonorahardjo dan sebagainya.
Dalam materi presentasinya, Program Konservasi Energi, Ayumi menjelaskan beberapa kegiatan yang sedang dikerjakan oleh EBTKE. Salah satunya adalah pilot project konservasi energi yang dikembangkan bersama Denmark.
.
Indartono dari Kelompok Keahlian Konservasi Energi, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, menandaskan skema Visi 25/25 Direktorat EBTKE. Skema tersebut menunjukkan bahwa target konservasi energi sebesar 37 persen dari penggunaan energi nasional. “Target ini sangat besar jika dibandingkan target penggunaan energi baru terbarukan yang sebesar 25 persen,” katanya.
Lewat Peta Regulasi Konservasi Energi, Indartono mengatakan bahwa pengembangan regulasi energi bermasalah pada penegakannya. Dari sisi insentif fiskal, dampak penurunan energi dapat dirupiahkan sementara dampak penurunan emisi dapat dilihat dengan konsep revenue neutral. Revenue neutral merupakan konsep keseimbangan anggaran dimana penerimaan pajak berkurang sementara lahir kebijakan penurunan subsidi dan biaya asuransi kesehatan masyarakat. “ITB harus memberikan contoh program konservasi energi pada gedung ramah lingkungan,” tandas Indartono.
Soal konservasi energi pada sektor rumah tangga dan bangunan, Wonorahardjo dari Kelompok Keahlian Teknologi Bangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB, berbicara lebih banyak. Ia memaparkan bahwa 60 persen penggunaan energi berasal dari peralatan elektronik, 20 persen dari Air Conditioning (AC), dan sisanya dari pencahayaan.
“Konservasi energi harus dimulai dari luar bangunan baru ke dalam bangunan,” kata Wonorahardjo. Dengan kata lain, konservasi energi dilakukan dari lingkungan. Ia dapat diperoleh ketika rancangan bangunan dilakukan dengan optimalisasi sistem pembayangan matahari dan penggunaan insulasi di sisi-sisi gedung. Konservasi energi dapat pula dilakukan jika gedung-gedung dirancang tidak sama tinggi. Wonorahardjo mengusulkan bahwa, “Sektor rumah tangga dan bangunan harus menggunakan konsep passive design. Bila ingin active design, maka harus menerapkan manajemen energi.”
Lokakarya Konservasi Energi merupakan tindak lanjut dari pertemuan ITB dengan Direktorat EBTKE Kementerian ESDM pada 7 Januari 2010. Ia juga menjadi perpanjangan dari Lokakarya Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi yang dilaksanakan LPPM ITB pada 21 Januari lalu.
Majalah Energi April 2011
< Prev | Next > |
---|